Skip to main content

Salah?

Suatu hari seorang pemuda berpakaian kemaja putih rapih datang ke suatu kantor besar dengan harapan dapat melakukan wawancara calon pekerja dengan baik dan dapat bekerja di tempat itu. Ia masuk dan dituntun untuk duduk di depan suatu ruangan yang berisikan orang yang akan mewawancarainya.
Dengan semangat pemuda itu menunggu di depan ruangan yang berpapan nama Tono Hardianto tersebut. Tak ada petugas dan karyawan di sekitarnya saat itu. Karena tak ada calon pekerja lain yang dapat ia tanyakan juga, ia pun mencoba mengetuk pintu. Beberapa kali ketukan ia lakukan namun pintu tak juga dibukakan. Kemudian ia mulai berteriak kecil berharap pintu dibukakan namun tak memberi pengaruh. Tak sabar, pemuda itu membuka pintunya.
Dilihatnya seorang bapak-bapak berpakaian lusuh dengan lap di bahunya sedang berdiri dan menatap ke arah jendela.
"Maaf, Pak? Tidak dengar 'kah saya ketuk dari tadi?" kata pemuda itu sedikit kesal.
Bapak itu pun membalikkan badannya dan menatapnya.
"Oh, maaf, Nak. Saya tidak dengar." balasnya.
Bapak itu mengangkat secangkir kopi di meja dan terlihat akan keluar dari ruangan.
"Bentar-bentar, Bapak gamungkin Pak Tono kan? Pak Tononya dimana, deh, Pak?" tanya si pemuda dengan raut wajah kesal dan tak sabar.
"Saya kurang tau, Nak. Coba tanya yang diluar, mungkin mereka tau," sahut bapak itu sambil berjalan ke arah pintu.
Pemuda itu pun menundukkan kepalanya, berpikir akan keluar dari ruangan itu juga, sampai tiba-tiba ia tertabrak bapak itu dan membuat kemejanya ternodai kopi hangat milik sang bapak.
"Aduh, maaf, Nak, saya terpleset tadi, maaf, Nak,"
"Aduh Bapak gimana, sih? Gabisa lihat apa? Kotor loh ini kemeja saya jadinya, duh, nyusahin banget, sih," kata si pemuda marah.
Saat bapak itu membungkuk merapihkan kopi yang tertumpah di lantai, dengan kesal sang pemuda pergi keluar dari ruangan itu dan mencari petugas atau karyawan terdekat.
“Di mana Pak Tono? Kenapa OB yang berada di dalam ruangan?” Tanya pemuda itu pada petugas.
“Ya yang di dalam tadi itu Pak Tono," balas petugas.
"Hah?"
"Dia memang begitu, suka berpura – pura berpenampilan seperti OB untuk mengetes karyawannya.” Ia menjelaskan.
“Maksudnya?”
“Ya kamu gak lolos hari ini, memang begitu Pak Tono. Dahulu dia pernah trauma dengan beberapa karyawannya,"

Comments

Popular posts from this blog

Obor Asian Games 2018

Obor Asian Games 2018 Pesta Olahraga Asia 2018 (Asian Games 2018) adalah acara olahraga multi-event regional Asia yang akan diselenggarakan di Indonesia pada tanggal 18 Agustus - 2 September 2018 di dua kota yaitu Jakarta dan Palembang. Ini merupakan kedua kalinya Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan Asian Games setelah Asian Games IV yang diadakan di Jakarta pada tahun 1962. Salah satu yang tidak dapat dipisahkan dari Asian Games adalah pawai obor. Pawai obor ini dimulai pada Asian Games 1958 atau yang ketiga dan berlokasi di Jepang. Api obor Asian Games 2018 sengaja didatangkan dari India karena India merupakan tuan rumah Asian Games untuk pertama kalinya pada tahun 1951 dan api yang abadi sebagai lambang semangat yang terus menyala untuk menjaga kebersamaan dan persahabatan serta semangat untuk berprestasi.  Api ini diambil dari lokasi api abadi Asian Games di India, yaitu Stadion Nasional Dhyan Chand di New Delhi, tempat Asian Games pertama kali digelar di India. ...

Prince Diponegoro

Prince Diponegoro        Diponegoro was a Javanese prince who opposed the Dutch rule in Indonesia. He was the eldest son of Sultan Hamengkubowono III. Diponegoro was born at Yogyakarta in 1785 and died at Makassar in 1855. During the Dutch rule, a ruler like his father had lost many rights such as the ability to lease land. Instead, he was paid by the Dutch to keep peace. This was an indignity to his father. This led to an open battle headed by Diponegoro himself using guerrilla tactics, which was called the Java War. It lasted for five years, from 1825 until 1830. During that period Diponegoro had successfully led battles, ambushing Dutch camps and raiding food supplies. Over the period of five years, more than 200,000 people were dead because of the war. In 1830, he was sent away by the Dutch to Manado, then moved to Ujungpandang, and he spent the rest of his life there. After being held by the Dutch in Fort Rotterdam in Ujungpandang for 25 years, he died th...